logo pembaruan
list

Tiket (War) Pilgub Lampung 2024

Facebook
Twitter
WhatsApp

Oleh : Ahmad Syarifudin
Dosen IAIN Metro, Mahasiswa Hukum Program Doktor UII

PEMANDANGAN tokoh-tokoh berburu tiket pencalonan ke partai politik agar diusung menjadi calon gubernur pada Pilkada Lampung 2024 memenuhi timeline media sosial belakangan ini.

Mulai dari tokoh masyarakat, anggota partai, ketua DPD partai, mantan bupati, sampai petahana berupaya untuk mendapatkan rekomendasi. Sementara partai politik duduk manis menunggu, memilih dan memilah mana calon yang akan diusung.

Mahar Politik

Satu hal yang harus diwaspadai pada tahapan penjaringan ini ialah mahar politik. Dengan permintaan sebanyak itu, kekhawatiran setiap kursi dukungan yang diberikan partai politik dikonversi menjadi uang menguat.

Dalilah dkk. (2019) misalnya menemukan bahwa para tokoh yang ingin dicalonkan melalui jalur partai politik dalam Pilkada memberikan uang dengan jumlah yang fantastis.

Pada Pilkada 2018 calon mengeluarkan mahar Rp.50-500 juta rupiah perkursi, bahkan ada yang memberikan hingga satu milyar.

Seandainya itu terjadi di Pilgub Lampung, maka hanya untuk memburu tiket pencalonan dibutuhkan setidaknya Rp.800 juta hingga Rp.8,5 miliar, jumlah itu belum ditambah dengan pengeluaran saat kampanye.

Dengan dana sebesar itu masuk akal jika Pilkada selalu melibatkan korporasi. Dikonfirmasi oleh Mahfud MD bahwa sebanyak 92 persen Pilkada dibiayai cukong.

Provinsi Lampung diyakini termasuk di antaranya dengan berkaca pada Pilkada 2014 Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam Putusan No. 25/DKPP-PKE-III/2014 menyebut Pilkada Lampung sebagai Pilgub ”gula-gula” dimana terkuak fakta di persidangan gula berton-ton digunakan untuk meraih kemenangan salah satu paslon.

Berlanjut pada Pilkada 2018, meski tidak terbukti sebagai pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif oleh Bawaslu Lampung namun pembagian uang dapat ditemui hampir di seluruh 15 kabupaten/kota. Lantas, bagaimana dengan Pilgub Lampung 2024?

Pilgub 2024

Dari aspek hukum UU 10 Tahun 2016 telah mengatur larangan bagi partai politik atau gabungan partai politik yang menerima imbalan saat proses pencalonan.

Namun dalam praktiknya belum ada yang berurusan dengan Bawaslu Lampung karena tidak adanya laporan. Tetapi bukan berarti tidak terjadi jual beli tiket pencalonan, sifatnya yang laten dan terbatas pada orang-orang tertentu membuat mahar politik sulit dibuktikan.

Dibutuhkan komitmen kuat dari partai politik untuk: kesatu, mampu menahan diri tidak melakukan komersialisasi terhadap surat rekomendasi. Hal ini dilakukan sebagai upaya menekan ongkos politik yang semakin mahal sekaligus melepas ketergantungan terhadap swasta atau korporasi.

Bila hal itu dapat dilakukan barulah masyarakat boleh berharap kebijakan kepala daerah berpihak pada rakyat; kedua, standar partai politik terhadap calon harus jelas.

Idealnya calon dipilih tidak hanya unggul secara elektabilitas tetapi juga punya prestasi dan integritas mengingat persentase penduduk miskin di Lampung masih tinggi yakni 11 persen lebih (BPS Lampung, 2023), banyaknya infrastruktur yang rusak, dan soal kesejahteraan petani yang masih jauh dari harapan.

Dibutuhkan pemimpin yang tidak hanya besar peluang keterpilihannya, tetapi juga yang bersih dan mampu menyelesaikan pekerjaan rumah yang ada.

Selain itu pihak ekseternal seperti Bawaslu perlu dilibatkan. Meski tidak terdapat tugas untuk melakukan pengawasan terhadap proses penjaringan oleh partai politik, akan tetapi Pasal 47 jucto Pasal 187B UU 10 Tahun 2016 mengatur tentang tindak pidana pemilu berupa pemberian imbalan dalam proses pencalonan masuk dalam ranah penangan oleh Bawaslu.

Sejauh ini Bawaslu berperan, namun dalam kadar yang sangat minim yaitu mengirim surat himbauan kepada partai politik agar tidak memungut uang dalam proses pencalonan.

Kehadiran Bawaslu di dalam proses pencalonan juga dapat dimaknai sebagai wujud akuntabilitas partai politik yang telah diamanahkan UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

Wallahu’alam

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Berita Terkait

Copyright © pembaruan.id
All right reserved