logo pembaruan
list

Tuhan Mana yang Kau Bela? (1)

Facebook
Twitter
WhatsApp

OLEH : H. Wahyu Iryana
Ketua Prodi SPI FA UIN Raden Intan Lampung

“KEYAKINAN kita adalah yang paling benar. Tidak ada ajaran yang paling benar, selain ajaran yang kita anut. Maha Besar Tuhan! Maha Besar Tuhan!,” dengan lantang Ustadz Dewo menyampaikan khutbahnya pada masjid yang sering kami jadikan untuk shalat Jum’at tiap minggunya.

Ini sudah bulan yang ke sepuluh sejak saya bergabung dengan kelompok berjubah. Mereka menamakan dirinya sebagai kelompok Hati Putih. Simbol putih untuk menunjukkan bahwa mereka lah satu-satunya kelompok yang mengajarkan kesucian ajaran Tuhan.

Menurut mereka, ajaran yang ada di luar kelompok mereka adalah Bid’ah dan Khurafat. Atas nama bid’ah dan khurafat pula lah, aku ikut melakukan penyerangan berbagai tempat yang dianggap membahayakan keyakinan, seperti kuburan, pohon-pohon besar yang tidak berdosa pun menjadi amukan kami, dan tempat-tempat yang penuh dengan kesesatan.

Tidak hanya itu, kami melakukan kegiatan-kegiatan pembersihan tempat kemaksiatan yang dianggap sebagai sumber bencana, diantaranya klub malam, kafe-kafe, tempat main bilyard, dan yang lainnya.

Begitulah kami sebagai kelompok Para Hati Putih akan tetap menghancurkan tempat-tempat yang dianggap bertentangan dengan ajaran yang kami anut. Aku pun masuk kelompok ini karena tidak lebih dari ajakan paman ku yang sudah lama masuk kelompok ini.

Pada mulanya, aku tidak mau, namun setelah pamanku terus membujuk diriku tanpa lelah, akupun ikut saja. Saat aku masuk kelompok ini, ada seorang pemuda yang kira-kira umurnya sepadan dengan ku, namanya adalah Dasim. Kita dibaiat langsung oleh Ustadz Dewo yang menjadi ketua kelompok Para Hati Suci.

“Kenapa kau masuk kelompok ini?,” tanyaku kepada Dasim.

“Aku diajak oleh temanku yang sudah masuk kelompok ini. Katanya kelompok ini adalah kelompok yang benar dalam mengajarkan ajaran Tuhan,” jawab Dasim dengan mantap.

“Kau sendiri kenapa?,” Dasim balik bertanya.

“Aku diajak pamanku yang sudah menjadi pengurus kelompok ini. Pada mulanya aku tidak mau, tapi pamanku terus membujukku. Aku kasihan padanya, maka aku putuskan saja masuk kelompok ini, meskipun aku belum tau persis seperti apa ajaran kelompok ini,” jawabanku saat itu, saat aku dianggap sah dan menjadi kelompok ini.

Berbagai kegiatan sudah aku laksanakan selama sepuluh bulan ini dengan baik. Bahkan Ustadz Dewo sendiri melihat sosokku sebagai pemuda yang militan, tidak pantang menyerah, dan siap tampil di depan.

Namun, ada yang aku herankan, sampai saat ini aku masih belum bisa memahami berbagai kegiatan yang sebagian besar tidak aku pahami.

“Kenapa kita melakukan penyerangan ke tempat ibadah paman?,” tanyaku suatu hari kepada pamanku yang lagi mengenakan kain sorban di kepalanya.

“Karena mereka berbeda keyakinan dengan kita,” jawabnya.

“Apakah tidak dosa melakukan penyerangan-penyerangan itu? Bukankah itu merupakan pelanggaran HAM?,” timpalku.

“HAM katamu? Pemerintah kita saja terkadang tidak memperhatikan HAM. Lihat ikhwan-ikhwan kita yang ada di Palestina! Mereka berperang terus-menerus melawan Zionis Israel. Sementara disini banyak orang yang berfoya-foya dalam kemaksiatan,” jawab pamanku dengan ketus sambil mendekatkan kepalanya ke kepalaku.

“Pakai tu sorban! Sebentar lagi kita berkumpul di rumahnya Ustadz Dewo. Ada hal yang harus dibicarakan,” lanjut pamanku sambil berlalu.

Akupun mengenakan sorban putih diatas kepala, tidak lupa aku juga memakai baju gamis sepanjang lutut.

Malam ini kami berkumpul di rumah Ustadz Dewo. Disana tampak sudah ramai dan banyak orang yang seperti ku. Mereka memakai kain sorban diatas kepala mereka, dan mereka pun memakai baju gamis yang hampir sama dengan diriku.

Aku dan pamanku langsung disambut oleh Ustadz Dewo. Aku melihat Syam sudah duduk di dalam rumah bersama-sama dengan yang lain.

“Ini komandan kita!,” sambut Ustadz Dewo kepada pamanku. Aku mengikuti langkah pamanku dibelakangnya. Lalu kita mengambil tempat duduk yang masih kosong. Pembicaraan malam ini begitu tegang dan alot.

“Menurut info yang aku terima dari beberapa ikhwan kita disana. Besok akan ada penjagaan polisi, namun tidak terlalu ketat. Orang-orang yang ada disana mungkin sudah diungsikan malam ini. Meskipun begitu, kita tetap akan melaksanakan kegiatan besok tepat setelah shalat jum’at,” Ustadz Dewo berkata kepada pamanku.

“Apakah para ikhwan kita sudah mempersiapkan semuanya?,” tanya pamanku kepada Ustadz Dewo.

“Tenang saja! Segala hal sudah dipersiapkan. Besok kita berangkat bersama seluruh anggota jemaah kita, laki ataupun wanita, muda ataupun tua, besar ataupun kecil, untuk melaksanakan kegiatan ini. Kita bersihkan bumi ini dari para pengkhianat Tuhan. Maha Besar Tuhan! Maha Besar Tuhan!,” tutur Ustadz Dewo.

Aku sendiri tidak begitu mengerti tempat mana yang akan diserang besok, yang jelas pamanku bersemangat mendukung rencana Ustadz Dewo. Aku sendiri sebenarnya sudah lesu mengikuti kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini.

“Kenapa kita tidak saja pergi ke Palestina paman? Disana jelas siapa musuh kita,” tegasku kepada paman setelah usai pertemuan di rumah Ustadz Dewo

“Di sana terlalu jauh dan membutuhkan banyak biaya. Di sini sama saja, kita juga bisa melakukan jihad disini!”

“Jihad? Apakah kegiatan kita menghancurkan tempat ibadah itu disebut dengan jihad?” bantahku.

“Huuss! Ngawur kamu. Jelas-jelas mereka itu berbeda keyakinan dengan kita.”

“Dasar apakah yang kita pakai untuk melakukan kegiatan ini paman?”

“Ingat! Nabi menyuruh kita untuk menghentikan kemungkaran dengan tangan kita, bila tidak bisa dengan lisan, dan bila tetap tidak bisa maka dengan hati, dan itulah selemahnya iman.”

“Itukah alasan yang kita pakai dalam melakukan setiap kegiatan kita? Sejauh pengetahuanku Rasul sendiri tidak pernah melakukan penghancuran tempat ibadah, meskipun itu diwaktu perang. Rasul sendiri tidak melakukan penghancuran tempat-tempat yang dianggap umum.”

“Diam kamu! Kamu masih belum tau benar apa ajaran kita. Sudah ikuti saja.” Bentak pamanku kepada ku. Ia pun pergi begitu saja dari hadapanku.

Bersambung……

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Berita Terkait

Copyright © pembaruan.id
All right reserved