PEMBARUAN.ID – Senja di Telukbetung Timur itu menyisakan jejak abu dan aroma hangus. Di balik seng tinggi yang kini mengelilingi gudang BBM di Umbul Kunci, alat berat dan beberapa orang sibuk membersihkan puing-puing sisa kebakaran yang masih terasa hangat.
Bukan kali pertama api melahap tempat ini; enam tahun lalu, tempat yang diduga menimbun BBM ilegal ini juga pernah terbakar. Tapi, kenangan itu tertutup rapat di antara debu dan kepulan asap yang kini perlahan menghilang.
Di antara bisik-bisik tetangga yang memilih tak disebut namanya, tersebar cerita tentang dua rumah yang terdampak kebakaran ini. Mereka menerima kompensasi—Rp30 juta untuk satu rumah, Rp20 juta untuk satu rumah lagi.
Tapi, bagaimana dengan yang pertama kali dulu? Warga mengingat ada tujuh rumah bambu yang terbakar habis. Tak banyak yang ingat tentang besarnya kompensasi waktu itu. Ingatan warga hanya samar-samar, tenggelam bersama waktu yang terus bergulir.
Ada yang berkata bahwa gudang ini sudah berdiri selama delapan tahun, mungkin lebih. Warga sekitar pernah dimintai persetujuan saat pertama kali gudang ini muncul.
Tapi, apakah itu persetujuan sungguhan atau hanya anggukan samar di bawah bayang-bayang kekuasaan, mereka pun tak yakin. Soal izin resmi dari pemerintah, apalagi, mereka sama sekali tak tahu.
Gudang ini berjalan dengan caranya sendiri, dalam ritme yang hanya dipahami oleh mereka yang berada di balik pagar seng tinggi.
Ketika malam datang, kehidupan di sekitar gudang berubah. Truk tangki minyak, dengan aroma khasnya yang tajam, datang silih berganti. Di tengah gelap, para pekerja, yang tak satupun berasal dari warga sekitar, mulai menggerakkan roda operasi.
“Bahkan kalau ditawarin kerja di situ pun, kami pasti menolak,” ujar seorang warga dengan getir. “Bau itu sudah cukup mengusik kami setiap malam.”
Di balik tirai misteri, nama “Mas Black” terdengar samar sebagai orang yang mengelola gudang ini. Namun, siapa dia sebenarnya? Apakah ia sosok dengan pengaruh besar, atau sekadar figur bayangan yang menjaga jarak dengan penduduk setempat?
Tak ada yang tahu. Bahkan nama perusahaan yang beroperasi di balik gudang ini adalah misteri bagi mereka. Beberapa warga menduga, gudang ini terlindungi oleh jaringan kuat lintas sektor, hingga tak ada yang berani mengusiknya.
Pemerintah Kota Bandarlampung, melalui DPMPTSP, juga tampak tak tahu banyak. Kepala DPMPTSP, Muhtadi, mengakui bahwa informasi soal status legalitas gudang itu masih mengambang.
Jika ini milik perusahaan, katanya, maka nama perusahaan itu harus diketahui dulu sebelum bisa dicek izinnya. Seakan semua hanya terkatung-katung, tersapu oleh angin yang membawa bau minyak setiap malam.
Api yang melahap gudang itu, menurut Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan, disebabkan oleh percikan listrik yang gagal dikendalikan. Mereka mengerahkan 70 personel dan 86 tangki air untuk memadamkannya hingga dini hari, sampai akhirnya asap terakhir mengepul pergi.
Tapi, siapa yang tahu? Mungkin suatu malam, aroma minyak itu akan kembali lagi, dan mereka yang berada di balik pagar seng akan memulai ritme mereka sekali lagi.
Sementara itu, Pjs Walikota Bandarlampung, Budhi Darmawan, meminta warga untuk melapor jika melihat aktivitas mencurigakan. Ia menekankan, praktik ilegal semacam ini bukan hanya merugikan masyarakat, tapi juga pemerintah.
Sungai-sungai kecil di sekitar sini pun merana karena limbah minyak yang kadang mengalir begitu saja, mencemari air dan tanah yang seharusnya menjadi sumber kehidupan.
Dan senja terus berlalu di Telukbetung Timur, membawa semua misteri, aroma minyak, dan abu yang tertinggal, menuju malam yang baru. Entah sampai kapan ini akan terus berulang. (agis)