Scroll untuk baca artikel
SUDUT PANDANG

Edukasi Mahasiswa: Perkuat Personal Brending dan Portofolio Profesional

×

Edukasi Mahasiswa: Perkuat Personal Brending dan Portofolio Profesional

Share this article

Oleh: Dr. H. Wahyu Iryana
Wadek Kemahasiswaan Febi UIN Raden Intan Lampung

MAHASISWA sering disebut sebagai “agent of change” atau agen perubahan. Julukan ini muncul karena mahasiswa memiliki peran penting dalam mengawal demokrasi, memperjuangkan keadilan sosial, dan menyuarakan kepentingan masyarakat. Tidak heran jika demonstrasi kerap menjadi salah satu cara mereka mengekspresikan aspirasi dan kritik terhadap kebijakan pemerintah maupun kebijakan internal kampus.

Namun, ada satu pertanyaan besar yang harus kita refleksikan bersama: apakah demonstrasi adalah satu-satunya cara mahasiswa berkontribusi terhadap perubahan? Jika demonstrasi terus-menerus menjadi fokus utama aktivitas mahasiswa, apakah mereka telah mengoptimalkan potensinya untuk membangun daya tawar di luar kampus?

Di era globalisasi dan persaingan kerja yang semakin ketat, mahasiswa perlu lebih dari sekadar suara lantang di jalanan. Mereka perlu memiliki keterampilan, wawasan, dan daya saing agar mampu berkontribusi secara konkret dalam masyarakat setelah mereka lulus. Oleh karena itu, pendidikan mahasiswa perlu diarahkan untuk tidak hanya aktif dalam aksi demonstrasi, tetapi juga membangun kapasitas dan daya tawar mereka di luar kampus.

Mahasiswa dan Budaya Demonstrasi

Demonstrasi mahasiswa bukanlah hal baru dalam sejarah Indonesia. Dari Era Tan Malaka, masa Orla, 1966, Orba, di era Reformasi 1998 hingga berbagai aksi protes terhadap kebijakan pemerintah, mahasiswa selalu menjadi garda terdepan dalam mengawal kepentingan rakyat. Tidak bisa dimungkiri, demonstrasi memang memiliki tempat penting dalam demokrasi. Ia adalah bentuk kebebasan berekspresi yang dijamin oleh undang-undang.

Namun, ada fenomena yang perlu dikritisi: kecenderungan sebagian mahasiswa yang menjadikan demonstrasi sebagai satu-satunya cara untuk bersuara. Tidak jarang, aksi demonstrasi dilakukan tanpa riset yang mendalam atau tanpa strategi lanjutan untuk memastikan tuntutan mereka benar-benar terealisasi. Bahkan, dalam beberapa kasus, demonstrasi lebih bernuansa euforia belaka daripada upaya advokasi yang terstruktur dan berdampak.

Masalah lainnya adalah stigma yang melekat pada mahasiswa yang hanya sibuk berdemo tetapi minim kompetensi di dunia kerja. Banyak lulusan perguruan tinggi yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan atau membangun karier karena mereka tidak memiliki keterampilan teknis yang relevan. Jika mahasiswa hanya fokus pada demonstrasi tanpa membangun keahlian, maka ketika lulus mereka akan kehilangan daya saing di luar kampus. Dari sinilah perlu balance antara kemampuan akademik dengan pengalaman berorganisasi.

Membangun Daya Tawar Mahasiswa di Luar Kampus

Mahasiswa yang ingin berkontribusi pada perubahan sosial tidak hanya harus vokal, tetapi juga memiliki keahlian dan kapasitas yang kuat. Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan agar mahasiswa memiliki daya tawar yang lebih luas di luar kampus:
Ada beberapa pengalaman yang bisa penulis bagikan untuk dilaksanakan pertama, Memperkuat Kompetensi Akademik dan Keahlian Teknis.

Kedua, demonstrasi bukanlah satu-satunya alat perubahan. Mahasiswa yang memiliki kompetensi akademik yang kuat dan keahlian teknis akan lebih berpengaruh di masyarakat. Jika seorang mahasiswa ingin memperjuangkan kebijakan ekonomi yang lebih adil, maka ia harus memahami ilmu ekonomi dengan baik. Jika ingin membela hak-hak pekerja, ia harus menguasai hukum perburuhan.

Mengembangkan keterampilan teknis juga sangat penting. Mahasiswa perlu belajar coding, desain grafis, analisis data, keterampilan menulis, dan berbagai keahlian lainnya yang dibutuhkan di dunia kerja.

Dengan memiliki keahlian, mahasiswa tidak hanya bisa bersuara di jalanan, tetapi juga menciptakan solusi nyata melalui inovasi dan penelitian. Ketiga, Berkontribusi melalui Riset dan Kajian Kebijakan
Salah satu cara mahasiswa bisa memiliki daya tawar yang lebih kuat adalah dengan terlibat dalam riset dan kajian kebijakan. Banyak perubahan besar dalam sejarah dunia dimulai dari penelitian akademis. Mahasiswa bisa membentuk kelompok riset atau think tank yang fokus pada isu-isu sosial, ekonomi, atau politik yang mereka perjuangkan.

Dengan menghasilkan kajian yang berbobot, mahasiswa bisa memberikan masukan berbasis data kepada pemerintah dan lembaga terkait. Ini lebih efektif dibanding sekadar menggelar demonstrasi tanpa solusi konkret. Kajian yang dihasilkan bisa menjadi referensi dalam penyusunan kebijakan publik yang lebih baik. Keempat, Mengembangkan Jaringan dan Kolaborasi dengan Berbagai Pihak

Mahasiswa tidak boleh terjebak dalam gelembung kampus. Mereka perlu membangun jaringan dengan berbagai pihak, termasuk sektor industri, organisasi masyarakat sipil, media, dan pemerintah. Dengan jaringan yang luas, mahasiswa bisa lebih mudah menyampaikan gagasan dan memperjuangkan aspirasi mereka secara lebih strategis.

Kolaborasi dengan perusahaan, misalnya, bisa membuka peluang untuk mahasiswa menciptakan inovasi yang berdampak. Bekerja sama dengan media memungkinkan mahasiswa untuk menyebarluaskan ide mereka ke masyarakat luas. Sementara itu, membangun hubungan dengan pembuat kebijakan bisa membantu mahasiswa menyampaikan aspirasi dengan cara yang lebih efektif dibanding sekadar turun ke jalan.
Dan kelima, Membangun Personal Branding dan Portofolio Profesional.

Di era digital, personal branding menjadi sangat penting. Mahasiswa perlu memanfaatkan media sosial dan platform digital lainnya untuk membangun citra profesional mereka. Jika ingin menjadi ahli di bidang kebijakan publik, mahasiswa bisa menulis opini di media atau membuat video edukasi di YouTube. Jika ingin menjadi entrepreneur, mereka bisa membangun bisnis kecil-kecilan sejak masih kuliah.

Memiliki portofolio yang jelas juga akan meningkatkan daya tawar mahasiswa di dunia kerja karena semua yang berkuliah tidak semua akan terjun dalam dunia politik, kalau pun benar tentu harus memiliki kapasitas diri yang mumpuni. Sisi lain perusahaan dan institusi lebih tertarik merekrut lulusan yang memiliki pengalaman nyata dalam mengembangkan proyek atau penelitian, dibanding mereka yang hanya memiliki teori tanpa praktik. Terakhir, Mengasah Kemampuan Bernegosiasi dan Advokasi yang Efektif

Demonstrasi adalah bentuk advokasi, tetapi bukan satu-satunya cara. Mahasiswa perlu belajar bagaimana cara bernegosiasi, berdiplomasi, dan melakukan advokasi yang efektif. Menghadiri forum diskusi, berpartisipasi dalam konferensi internasional, dan belajar tentang teknik lobi adalah keterampilan yang akan sangat berguna.

Dengan kemampuan ini, mahasiswa tidak hanya bisa menekan pemerintah melalui aksi massa, tetapi juga bisa memengaruhi kebijakan dari dalam melalui proses yang lebih strategis. Banyak aktivis yang sukses di dunia profesional karena mereka memiliki keterampilan komunikasi dan negosiasi yang baik.

Mahasiswa sebagai Katalisator Perubahan yang Cerdas

Demonstrasi tetap memiliki tempat dalam demokrasi, tetapi mahasiswa tidak boleh terpaku hanya pada satu metode perjuangan. Agar memiliki daya tawar yang lebih besar di luar kampus, mahasiswa perlu membangun kompetensi akademik, keterampilan teknis, jaringan yang luas, serta kemampuan advokasi yang lebih strategis.

Mahasiswa harus mampu mengombinasikan idealisme dengan pragmatisme. Mereka harus tetap kritis terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, tetapi juga harus memiliki solusi konkret yang bisa ditawarkan. Dengan pendekatan yang lebih holistik, mahasiswa tidak hanya akan dikenal sebagai “tukang demo,” tetapi juga sebagai pemikir, inovator, dan pemimpin masa depan yang benar-benar mampu membawa perubahan nyata bagi masyarakat.

Maka, pertanyaannya bukan lagi apakah mahasiswa perlu berhenti berdemonstrasi, tetapi bagaimana mahasiswa bisa menyeimbangkan aktivisme dengan membangun kapasitas diri agar mereka tidak hanya menjadi penonton setelah lulus, melainkan menjadi aktor utama dalam membangun tanah air tercinta.

Wassalam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *