Oleh: Dr H Wahyu Iryana
Pecinta bola, dan Pemerhati Geliat Wisata Lampung
DI sudut selatan Sumatra, ada klub bola yang namanya gagah tapi nasibnya sering melankolis: Badak Lampung FC. Dulu sempat merasakan gegap gempita Liga 1, tapi kemudian turun kasta, lalu berjuang lagi naik ke permukaan. Sebuah perjuangan yang seperti sinyal internet di pesisir: naik turun, kadang stabil, kadang bikin frustrasi.
Namun, apa yang menarik dari perjalanan PS. Badak Lampung ini bukan sekadar hasil pertandingan, melainkan efek riak yang menyertainya. Sepak bola bukan hanya tentang menang atau kalah di lapangan, tapi juga soal ekonomi, hiburan, dan—di Lampung—soal bagaimana pariwisata bisa ikut menari di antara gemuruh stadion.
Dari Stadion ke Destinasi Wisata
Mari kita berandai-andai. Bayangkan Badak Lampung FC tembus Liga 1 lagi. Bayangkan laga melawan Persib, Bali United, Madura United, Persija, Arema, atau Persebaya. Bahkan bisa saja adu tarung dengan club asing yang dikawal Ronaldo, atau Messi menjelang pensiun. Apa yang terjadi? Ribuan suporter tandang datang ke Lampung. Mereka butuh penginapan, kuliner, transportasi. Kopi robusta di kaki Gunung Pesagi bakal lebih banyak diseruput. Pisang geprek khas Lampung bisa naik kelas jadi makanan wajib suporter. Puncaknya? Pantai-pantai dari Pahawang sampai Kiluan ikut kecipratan berkah.
Tapi sayangnya, mimpi ini masih sering terhenti di papan klasemen. Klub ini seperti puisi sunyi yang dibacakan di stadion kosong. Suara dukungan suporter setia tetap ada, tapi finansial klub, manajemen, dan infrastruktur sering kali jadi tantangan yang membuat langkah ke Liga 1 terasa seperti mendaki Krakatau tanpa alas kaki.
Sepak Bola dan Ekonomi Lokal
Sepak bola itu seperti lokomotif ekonomi. Liga yang kompetitif akan menarik sponsor, investor, dan turis. Sayangnya, Badak Lampung FC masih mencari ritme agar tidak hanya sekadar numpang lewat di Liga 2. Jika infrastruktur olahraga diperbaiki, stadion direnovasi dengan fasilitas layak, dan tim dikelola secara profesional, bukan tidak mungkin klub ini bisa menjadi ikon wisata olahraga di Sumatra.
Bayangkan stadion modern dengan kafe yang menjual kopi robusta Lampung. Bayangkan tur stadion yang mengajak anak-anak sekolah untuk mengenal sejarah klub. Bayangkan suvenir khas Badak Lampung yang laris manis di kalangan turis. Sayangnya, yang sering terjadi adalah stadion sepi, merchandise kurang kreatif, dan suporter lebih banyak berkeluh kesah di media sosial ketimbang di tribun.
Ketika Sepak Bola Harus Bertahan
Mimpi naik ke Liga 1 adalah satu hal. Tapi bertahan di Liga 1 adalah cerita lain. Jika Badak Lampung FC berhasil kembali ke kasta tertinggi, tantangannya adalah bagaimana tetap eksis. Manajemen keuangan harus sehat, skuat harus kompetitif, dan yang lebih penting, klub harus punya daya tarik yang lebih luas.
Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah menggandeng sektor pariwisata. Klub bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk paket wisata sepak bola: tiket nonton plus kunjungan ke Way Kambas atau snorkeling di Teluk Kiluan. Bisa juga dibuat “Badak Tour” yang mengajak suporter menjelajahi Lampung sambil mengenal budaya lokal.
Namun, untuk semua ini terjadi, langkah pertama tetap harus diambil: menang di lapangan. Karena tanpa prestasi, semua rencana ini hanya sekadar imajinasi di atas kertas.
Pemerintah, para inventor dan orang orang yang gila bola harus fulltank abis memikirkan ini, dan hanya orang orang Gila Bola saja yang faham dan mengerti kegelisahan pentingnya Club Bola Lampung yang harusnya ke kasta tertinggi di LSI 1.
Berikut penulis membuat Syair terkait Nyanyian Stadion yang Sunyi
Di tribun yang lengang, suara tetap menggema,
nyanyian suporter melayang ke cakrawala,
seperti doa yang belum terkabul,
seperti harapan yang menolak pupus.
Di rumput yang lelah, bola bergulir pelan,
di kaki para pejuang sunyi,
di antara debu dan keringat,
di antara teriakan dan doa lirih.
Malam di stadion terasa panjang,
lampu-lampu memantulkan mimpi,
seorang anak berdiri di pagar besi,
menatap lapangan dengan mata penuh janji.
Apakah besok tim ini bangkit?
Apakah nyanyian ini akan lebih nyaring?
Apakah tribun akan penuh kembali?
Di kejauhan, laut masih bergelombang,
Gunung Rajabasa tetap berdiri tegak,
dan di antara semua itu,
Badak Lampung FC. masih berjuang.
Terimakasih