PEMBARUAN.ID – Ikatan Pengabdian Hukum Indonesia (IKABH) Provinsi Lampung mengajukan pengaduan dan permohonan audiensi kepada komisi V DPRD Lampung, Senin (10/06/2024).
Pengaduan dan Permohonan audiesi tersebut diajukan oleh IKABH terkait dugaan kelalaian medis di salah satu Rumah Sakit Kabupaten Lampung Tengah, yaitu RS Mitra Mulia Husada (MMH). Akibat dugaan kelalaian medis tersebut Sutiyem (korban) dinyatakan meninggal dunia.
Kuasa Hukum korban, Meydi Muhammad Putra menjelaskan, awalnya korban dirawat di RS Mitra Mulia Husada (MMH). Saat menjalani perawatan, tenaga medis yang mendampinya tidak mengganti tabung oksigen korban, sehingga menyebabkan korban meninggal dunia.
Padahal, kata Meydi, suami korban (Sudirwan) telah mengingatkan bahwa kadar dari tabung oksigen itu kurang dari setengah dan menunjuk ke angka 600 dan itu membahayakan bagi pasien.
“Suami korban yang merupakan klien kami juga telah mengingatkan bahwa istrinya memiliki diagnosis DBD Sindrom yang keluhan utamanya berupa demam, lemas dan sesak,” kata Meydi seusai mengajukan surat permohonan ke Komisi V DPRD Lampung, Senin (10/06/2024).
Seharusnya menurut Meydi, sesak itu yang menjadi perhatian khusus tenaga medis karena berkaitan langsung dengan tabung oksigen.
Selain itu, lanjut Meydi, saat tabung oksigen itu telah habis, suami korban telah mengingatkan kepada tenaga medis yang mendampingi istri kliennya untuk segera mengganti tetapi tidak ada tindakan medis yang signifikan.
Meydi menambahkan, bukannya mengganti tabung oksigen, petugas medis yang berasal dari rumah sakit MMA itu justru menganjurkan untuk membawa korban ke RS Yukum Medical Center (YMC).
“Saat dibawa ke RS YMC korban hanya didampingi sampai depan RS YMC. Saat menuju UGD dan dalam kondisi genting karena tabung oksigen korban habis, pihak MMH tidak melakukan pendampingan, padahal kondisinya dalam keadaan yang genting,” kata dia.
Ia mengatakan, setibanya di RS YMC dan setelah dilakukan beberapa pertolongan medis, mulai dari pompa jantung hingga nafas buatan, nyawa korban tidak tertolong lagi.
“Istri klien kami dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit YMC tanggal 13 Mei 2024,” ujarnya.
Saat dimintai tanggapan sikap RS MMH terkait masalah tersebut, Meydi menyebutkan RS MMH tidak menyampaikan akan memberikan ganti kerugian atau santunan tapi hanya menyampaikan akan memberikan tali asih.
“Menurut kami itu tidak setimpal dengan apa yang dirasakan oleh klien kami. Jadi kita kecewa terhadap sikap RS. Kami juga bukan dalam rangka negosiasi nyawa. Tapi meminta bentuk pertanggungjawaban dari pihak rumah sakit,” katanya.
Pertanggungjawaban pihak rumah sakit, menurutnya dengan jelas diatur dalam pasal 193 undang-undang nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan, bahwa pihak rumah sakit bertanggung jawab secara hukum atas kelalaian yang diakibatkan yang menyebabkan kerugian bagi pasien.
Menurut Meydi selain mengajukan pengaduan dan permohonan audiensi ke Komisi V DPRD Lampung, suami korban sebelumnya telah membuat laporan kepolisian di Polres Lampung Tengah.
Ia mengatakan dalam pengaduan ke Komisi V DPRD Lampung, pihaknya mengajukan beberapa permintaan, yaitu :
Pertama, meminta Komisi V DPRD Lampung untuk melakukan pengawasan dan pendampingan terhadap permasalahan yang menimpa klien mereka.
Kedua, meminta Komisi V DPRD Lampung melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap izin dan standar operasional pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Mitra Mulya Husada yang beralamat diJalan Proklamator Raya Nomor 162 164 Bandar Jaya Timur Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah provinsi Lampung.
Ketiga, meminta Komisi V DPRD Lampung membentuk tim investigasi untuk mengusut persoalan yang menimpa klien mereka dan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk mengusut dan memeriksa kejadian yang menimpa istri klien mereka.
“Dengan memanggil para pihak, seperti klien kami pihak rumah sakit umum Mitra kuliah Husada dan juga stakeholder yang membidangi persoalan kesehatan untuk selanjutnya dipanggil dan didengar di dalam rapat dengan pendapat guna menyelesaikan permasalahan yang menimpa istri klien kami,” tuturnya.
Meydi mengatakan, dalam surat pengaduan dan permohonan audiensi itu juga dicantumkan tembusan ke Kementerian Kesehatan, Kantor Staf Presiden, Ombudsman, Dinas Kesehatan Lampung, DPRD Lampung Tengah dan Kapolda Lampung.
Menanggapi pengaduan dan permohonan audiensi tersebut, Komisi V DPRD Lampung menjadwalkan akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait masalah tersebut.
Anggota Komisi V DPRD Lampung, Budhi Condrowati mengatakan, Komisi V itu bersifat menengahi dan menjembatani aduan dari masyarakat.
“Ini kan baru laporan dari masyarakat nanti kita juga akan memanggil pihak dari rumah sakit. Jadi disinkronkan benar apa enggaknya kalau memang itu benar-benar terjadi, Rumah Sakit harus dievaluasi,” jelas Budhi Condrowati.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya akan segera memanggil beberapa pihak terkait untuk dilakukan rapat dengar pendapat.
”Kita harus tahu dari pihak sana (RS Mitra Mulia Husada) dengan pihak sini (korban). Jika memang ada kelalaian, harus mengevaluasi institusinya. Bisa jadi harus disanksi,” pungkasnya. (sandika)