PEMBARUAN.ID – Eks Rektor Unila Karomani alias Aom dan dua rekannya, mengumpulkan uang suap lebih dari Rp 6,9 miliar, dan yang masuk ke kantong pribadi Aom Cs Rp3,430 miliar.
Hal rersebut terungkap dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Selasa (10/01/2023).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agung Satrio Wibowo mengatakan, uang itu merupakan pemberian dari 19 calon mahasiswa, dari jalur SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan jalur mandiri.
“Total keseluruhan uang suap yang diterima mencapai Rp 3,430 miliar,” kata Agung dalam dakwaannya.
Agung merincikan, uang yang diterima dari titipan 6 calon mahasiswa jalur SBMPTN atau jalur reguler sebesar Rp 1,475 miliar.
Dari uang suap ini, Karomani mendapat bagian Rp 850 juta. Sedangkan Heryandi (wakil rektor I) dan M Basri (ketua senat, keduanya berkas terpisah) mendapatkan uang sebesar Rp 625 juta. Lalu, uang dari titipan calon mahasiswa jalur SMMPTN atau jalur mandiri sebesar Rp 1,955 miliar.
Kemudian, dari titipan jalur mandiri ini, Karomani mendapatkan bagian sebesar Rp 1,8 miliar. Sedangkan Heryandi dan M Basri mendapatkan uang sebesar Rp 155 juta.
Menurut Agung, Heryandi membagi uang Rp 780 juta itu kepada M Basri (Rp 155 juta), Helmy Fitriawan (Dekan Fakultas Teknik) sebesar Rp 330 juta dan dirinya sendiri sebesar Rp 300 juta.
“Helmy Fitriawan mendapat bagian Rp 330 juta karena ikut membantu Heryandi menginput data saat rapat penentuan kelulusan,” kata Agung.
Tidak dak hanya itu, selama kurun waktu 2020 hingga 2022, Aom Cs berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp6,9 M dari penerimaan mahasiswa baru.
“Ada juga uang SGD10 ribu (dolar singapura). Uang tersebut dikumpulkan oleh terdakwa langsung maupun melalui Heryandi, Asep Sukohar, Budi Sutomo dan Mualkmin,” tandasnya.
Berikut sumber uang dikumpulkan :
1. Tahun 2020 Rp1,65 M dan 10 ribu Dolar Singapura
a. Penerimaan dengan nilai Rp200 juta
b. Penerimaan dari Sulpakar kelulusan SNMPTN dan SBMPTN Rp150 juta
c. Penerimaan senilai 10.000 Dolar Singapura
d. Penerimaan dari RUSLAN ALI Rp150 juta
e. Penerimaan senilai Rp500 juta
f. Penerimaan dari Heryandi senilai Rp650 juta
2. Tahun 2021 sebesar Rp4.385.000.000
a. Penerimaan dari Sulpakar Rp400 juta
b. Penerimaan senilai Rp200 juta
c. Penerimaan dari Mahfud Santoso Rp650 juta
d. Penerimaan dari Wayan Mustika Rp250 juta
e. Penerimaan dari Putu senilai Rp250 juta
f. Penerimaan senilai Rp200 juta
g. Penerimaan senilai Rp75 juta
h. Penerimaan dari Wayan senilai Rp250 juta
i. Penerimaan dari Budi Sutomo senilai Rp200
j. Penerimaan dari Sulpakar Rp250 juta
k. Penerimaan dari Mukei melalui Mualimin Rp400 juta
l. Penerimaan dari Ariyanto Munawar melalui Mualimin Rp100 juta
m. Penerimaan dari Asep Sukohar Rp300 juta
n. Penerimaan senilai Rp150 juta
o. Penerimaan dari Dawam Raharjo Rp60 juta
p. Penerimaan senilai Rp50 juta
q. Penerimaan dari Asep Sukohar Rp200 juta
r. Penerimaan dari Muhartono melalui Mualimin Rp250 juta
s. Penerimaan melalui Mualimin senilai Rp150 juta
3. Tahun 2022 sebesar Rp950.000.000
a. Penerimaan dari Supriyanto Husin Rp300 juta
b. Penerimaan dari Sulpakar Rp300 juta
c. Penerimaan dari Maulana melalui Mualimin Rp100 juta
d. Penerimaan dari I Wayan Mustika melalui Budi Sutomo Rp250 juta.
Di ahir dakwaan JPU mengatakan, perbuatan Aom tersebut merupakan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 B ayat 1, junto pasal 18 UU 31/1999 tentang pemnerantasan tindak pidana korupsi. Sebagaimana telah diubah dalam UU 20/2001, junto pasal 65 ayat 1 KUHP. (tim/red)