logo pembaruan
list

Cacing Jadi Naga

Facebook
Twitter
WhatsApp

PERPOLITIKAN Pilgub Lampung seolah memasuki babak baru yang penuh kejutan.

Di tengah riuh rendah dukungan dan strategi, kelompok Relawan Jokowi kembali menjadi sorotan. Kelompok yang konon kabarnya berkumpul di Partai Solidaritas Indonesia (PSI), menjelma menjadi arsitek dadakan yang akan mengubah seekor cacing menjadi seekor naga.

Mereka kini memunculkan seorang pengusaha dari Lampung Timur, Wahyudi, sebagai calon potensial yang bisa meruntuhkan dominasi lama. Langkah tersebut tentu akan terhalang tembok besar.

Bagaimana tidak, arus tersebut berbarengan dengan semangat Benny Kisworo yang sedang onfire sebagai tokoh PSI yang menggiring tiga bakal calon gubernur hingga mendaftar di penjaringan Balongub yang dibuka PSI.

Iming-iming dukungan cukong (SGC) adalah alasan utama kenapa Benkis –sapaan akrabnya– begitu mudah menggiring tiga politisi kuat di Tanah Lada itu. Tentu juga Benny berharap bisa meraih kursi Wakil Gubernur Lampung.

Namun, jalannya tak semudah yang dibayangkan. Kelompok, yang selama ini menjadi barisan pendukung setia Jokowi, kini memiliki bintang baru. Wahyudi, yang awalnya hanya seorang pengusaha logistik dengan PT Jaya Pratama Perkasa (JPP), kini menjadi salah satu kandidat yang diperhitungkan.

Wahyudi sebenarnya berniat maju sebagai calon bupati dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Namun, roda politik berputar dengan cepat. Di tengah dinamika yang ada, nama Wahyudi mencuat, didukung oleh kekuatan ekonomi dan visi pembangunannya. Tapi, persaingan di Pilgub Lampung tidaklah mudah.

Partai Gerindra sepertinya kurang ‘sreg’ dangan calon yang kini muncul dari PSI. Lalu, bagaimana jika dengan Wahyudi?

Gerindra dipastikan terjebak dalam dilema. Di sisi lain, ada dua nama kader Nahdlatul Ulama (NU), Sujadi Saddad dan Muhammad Mukri, yang sempat ditimang-timang kelompok ini.

Sementara itu, isu primordial yang menghangatkan suhu politik. Rahmat Mirzani Djausal dan Umar Ahmad yang sama-sama berasal dari suku Lampung diprediksi akan sulit bersatu.

Di tengah segala persaingan ini, semboyan Sai Bumi Ruwa Jurai kembali bergema. Semboyan yang mengingatkan semua pihak bahwa kemenangan hanya akan diraih oleh pasangan yang mampu menyatukan dua unsur besar: Lampung dan Jawa. Sejarah telah mengajarkan bahwa persatuan inilah yang menjadi kunci keberhasilan.

Wahyudi, dengan segala keberaniannya, memutuskan untuk tidak hanya menjadi penonton dalam permainan ini. Ia bergerak, mendekati rakyat, mendengarkan keluhan mereka, dan mencari solusi bersama. Ia sadar bahwa menjadi pemimpin bukan hanya soal kekuasaan, tapi juga soal kepercayaan dan pengabdian.

Perjalanan Wahyudi di dunia politik baru saja dimulai. Di tengah hiruk-pikuk perpolitikan Lampung, ia menemukan bahwa perjuangan ini lebih dari sekadar ambisi pribadi. Ini adalah tentang bagaimana ia bisa menjadi jembatan yang menghubungkan perbedaan, tentang bagaimana ia bisa membawa perubahan yang nyata bagi masyarakat yang ia cintai.

Seperti cacing yang perlahan berubah menjadi naga, Wahyudi memahami bahwa di balik setiap langkah kecil yang diambil, ada kekuatan besar yang menunggu untuk dibangkitkan. Di tengah segala ketidakpastian, ia tetap percaya bahwa dengan persatuan, semua mimpi bisa diwujudkan.

Walaupun, belakangan terdengar kabar Wahyudi lebih nyaman untuk melanjutkan perjuangan di Lampung Timur.

Lalu bagaimana dengan Sujadi Saddad dan Muhammad Mukri?

Di tengah sorotan pada Wahyudi, nama Sujadi Saddad dan Muhammad Mukri tak bisa diabaikan begitu saja. Dua sosok ini, meski berbeda latar belakang, sama-sama memiliki magnet tersendiri dalam perpolitikan Lampung.

Sujadi Saddad, mantan Bupati Pringsewu yang dikenal karena kebijakan pro-rakyatnya, telah lama menjadi ikon di kalangan warga Lampung.

Ia dikenal sebagai pemimpin yang tegas namun merakyat, yang tak ragu turun langsung ke lapangan untuk mendengar keluhan warganya.

Namanya kembali mencuat ketika kelompok-kelompok muda dan kelompok religius mulai menyuarakan dukungan mereka.

Mereka melihat Sujadi sebagai simbol keberlanjutan dan stabilitas, seorang pemimpin yang bisa dipercaya untuk menjaga keseimbangan di tengah persaingan politik yang kian sengit.

Sementara itu, Muhammad Mukri, eks Rektor Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, yang kini bertengger sebagai Ketua PBNU, juga Ketua Perhimpunan Anak Transmigrasi Republik Indonesia (Patri), muncul sebagai figur intelektual dengan visi modernisasi yang kuat.

Mukri, dengan latar belakang akademisnya, menawarkan pendekatan berbasis data dan riset dalam setiap kebijakan yang diusulkannya.

Pendekatan ini menarik perhatian kaum muda dan kaum intelektual yang menginginkan perubahan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Mukri menjadi simbol harapan baru bagi mereka yang ingin melihat Lampung melangkah maju dengan cepat di era digital ini.

Namun, di balik karisma dan visi besar mereka, tantangan yang dihadapi Sujadi dan Mukri tidaklah ringan. Di satu sisi, mereka harus berhadapan dengan kekuatan politik lama yang telah mengakar kuat.

Di sisi lain, mereka harus mampu merangkul berbagai kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan dan aspirasi yang berbeda-beda.

Sujadi dan Mukri juga harus memperhitungkan dinamika dukungan partai politik. Apakah sang arsitek (Kelompok Relawan Jokowi) akan dapat menenteng keduanya menggapai restu empunya PSI dan berhasil menyodorkan ke Gerindra atau usaha tersebut hanya akan menjadi isapan jempol semata? Ini adalah pertanyaan besar yang masih menunggu jawaban.

Di tengah semua ini, satu hal yang pasti: perpolitikan Lampung sedang menuju babak baru yang penuh intrik dan kejutan. Sujadi Saddad dan Muhammad Mukri, dengan segala kelebihan dan tantangan mereka, akan menjadi bagian penting dari cerita besar ini. Bagaimana mereka akan berperan dalam perubahan besar ini? Hanya waktu yang akan menjawab.

Di balik gemuruh politik yang tak kunjung reda, Wahyudi, Sujadi, dan Mukri, masing-masing dengan tekad dan perjuangannya, berusaha menjadi sosok yang mampu mengubah wajah Lampung.

Mereka sadar bahwa di balik setiap langkah kecil yang diambil, ada harapan besar yang menunggu untuk diwujudkan.

Perjalanan ini mungkin panjang dan penuh liku, tapi mereka tahu, inilah saatnya cacing-cacing itu bertransformasi menjadi naga yang kuat dan bijaksana.

Satu hal yang menjadi angin segar. Sebagaimana pendapat sejumlah ahli, pasangan politisi dan politisi sangat sulit harmoni, lantaran akan berbenturan antara dua kepentingan. Idealnya, politisi berpasangan dengan nonpartisan.

Wallahualam

Leave a Comment

Berita Terkait

Copyright © pembaruan.id
All right reserved