PEMBARUAN.ID – Sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Pemilu memasuki babak akhir. Diisukan dalam waktu dekat MK akan menyampaikan putusan terkait UU Pemilu tersebut.
Diketahui, gugatan uji materi (judial review) UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) dilayangkan Demas Brian Wicaksono (Pengurus PDIP), Yuwono Pintadi anggota Partai Nasional Demokrat (Nasdem), dan empat orang warga, November 2022 lalu.
Namun, belum lama ini Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana menyampaikan informasi, sistem pemilu akan kembali ke masa orde baru (sistem pemilu proporsional tertutup). Ia juga mengklaim informasi yang didapatkan valid.
Sontak, peryataannya menuai kontraversi dan polemik. Berbagai pihak meresponnya dengan beragam. Mulai dari menanggapi peryataan Denny hingga tanggapan terhadap sistem Pemilu itu sendiri.
Menanggapi isu yang tengah mengemuka tersebut, Akademisi Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (UIN RIL), Dr Fathul Mu’in angkat bicara.
Menurutnya, MK harus berhati-hati dan cermat untuk mengambil keputusan terkait sistem Pemilu. Jika salah dalam mengambil keputusan, maka akan menimbulkan kebingungan di masyarakat.
“Belum lagi tahapan pemilu sudah berlangsung (tahapan vermin Bacaleg), putusan UU Pemilu ke sistem proporsional tertutup tersebut, berpotensi menimbulkan kekacauan,” lanjutnya.
Jika putusan MK sistem Pemilu proporsional tertutup, terangnya, Bacaleg yang sudah mendaftarkan diri kemarin akan mundur dari perebutan kursi legislatif, terlebih untuk Bacaleg yang bukan kader asli Parpol. Hal tersebut, tentu akan menjadi persoalan tersendiri.
Ia menilai sistem Pemilu proporsional tertutup akan merugikan masyarakat, karena yang terpilih di parlemen berpotensi tidak dikehendaki oleh rakyat. Peran serta masyarakat jika sistem Pemilu proporsional tertutup yang dianut, jelas mempersempit partisipasi rakyat.
“Belum lagi, transaksi-transaksi perebutan kursi akan semakin besar jika sistem tersebut yang dianut,” tutupnya. (sandika)