PEMBARUAN.ID – Pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024, calon yang diusung PDI Perjuangan disebut banyak menelan kekalahan di sejumlah daerah termasuk di Lampung.
Dari 16 Pilkada di Lampung, PDIP hanya memenangkan lima pemilihan bupati dan mengalami kekalahan di 10 pemilihan kepala daerah tingkat kabupaten/kota serta pemilihan gubernur.
Bahkan, sejumlah kader PDIP yang maju dalam Pilkada dan berstatus sebagai petahana kalah. Seperti Nanang (Calon Bupati) di Lamsel. Lalu Winarti (Calon Bupati) Tulang Bawang. Kemudian Dewi Handajani (Calon Bupati) Tanggamus. Wahdi (Calon Walikota) Metro. Selain itu, sejumlah Cakada yang diusung PDIP yang lain juga kalah.
Torehan ini mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan Pilkada sebelumnya (2017-2020), dimana enam kader PDIP berhasil menjadi kepala daerah di kabupaten/kota, yaitu di Lampung Selatan, Tanggamus, Tulang Bawang, Lambar, Bandarlampung. Tulang Bawang Barat dan satu orang menjadi wakil kepala daerah di kabupaten Pesawaran.
Sementara Pilkada 2024, kader PDIP yang berhasil menjadi kepala daerah hanya satu orang yaitu Parosil Mabsus (Lampung Barat). Sementara wakil kepala daerah yaitu I Komang Koheri (Lampung Tengah), Nadirsyah (Tulang Bawang Barat). Sementara dua pasangan calon kepala daerah yang diusung PDIP di Lampung Utara dan Pesisir Barat yang berhasil menang merupakan non kader.
Menanggapi menurunnya pencapaian PDIP di Pilkada Lampung dua pengamat politik menguraikan analisisnya yang menyebabkan partai berlambang banteng ini mengalami kekalahan.
Takluk Karena Koalisi Gemuk
Pengamat Politik Universitas Raden Intan Lampung (UIN RIL), Fathul Muin menjelaskan salah satu penyebab kalahnya PDIP di Pilkada Lampung termasuk pemilihan kepala daerah 15 kabupaten/kota lantaran melawan koalisi gemuk.
“Paslon lawan dari PDIP banyak diusung oleh koalisi gemuk. Hal ini menjadi salah faktor kekalahan Cakada PDIP,” kata dia saat diwawancarai, Kamis (05/12/2024).
Muin menjelaskan, lantaran melawan koalisi gemuk, menjadikan Paslon Cakada lawan PDIP memiliki modal sosial dan finansial yang lebih kuat serta dukungan dari tokoh-tokoh lokal yang sudah dikenal masyarakat.
Ia juga menyoroti, kandidat paslon kepala daerah yang diusung oleh PDIP kurang maksimal dalam menyusun program yang diusung dan mesin partai yang tidak berjalan secara efektif.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyampaikan dinamika politik nasional turut mempengaruhi pencapaian PDIP di Pilkada Lampung.
“Faktor lain yang memengaruhi adalah dinamika politik nasional. Sebagai partai penguasa, PDIP sering kali menjadi sasaran kritik terkait kebijakan pemerintah pusat, yang berdampak pada persepsi pemilih di tingkat lokal. Ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintahan nasional kerap menjadi beban tambahan bagi kandidat-kandidat PDIP,” tambahnya.
Selain itu, kata dia, perubahan pola perilaku pemilih menjadi salah satu penyebab, terutama generasi muda.
“Pemilih muda cenderung kritis dan sering kali mengalihkan dukungan ke kandidat yang dianggap lebih segar atau independen, yang diperkuat oleh narasi di media sosial yang terkadang tidak menguntungkan bagi PDIP,” pungkasnya.
Sementara, Pengamat Universitas Muhammadiyah Lampung (UML) Candrawansah menilai terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kekalahan Cakada PDIP.
Candra mengatakan, hal ini tidak terlepas dari pengaruh politik nasional karena harus berhadapan dengan Kim + di lingkup daerah.
“Banyak paslon lawan dari Cakada PDIP diusung oleh KIM Plus. Sementara KIM plus masih punya magnet karena dianggap sejalan dengan pemerintah pusat,” jelasnya saat diwawancarai, Kamis (05/12/2024).
Ia juga menyoroti belum maksimalnya kampanye menjadi salah satu penyebab dan calon yang diusung popularitasnya kalah dibandingkan lawannya.
“Calon yang diusung kurang dikenal oleh masyarakat sehingga masyarakat menilai bahwa calon dimaksud hanya datang ketika akan mau pemilihan saja atau bagi calon baru kurangnya waktu kampanye agar bisa lebih dekat dengan grass root,” tambahnya.
Selain itu, bisa saja paslon tersebut punya track record yang kurang baik di tengah masyarakat ketika yang bersangkutan memimpin daerah tersebut (incumbent) atau dianggap kurang responsif oleh masyarakat sehingga sangat mempengaruhi elektabilitas calon dimaksud.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pendanaan yang kudang memadai menjadi penyebab kekalahan PDIP juga.
“Bisa jadi pendanaan yang kurang mencukupi dari calon dalam menggerakkan struktur tim untuk memperkenalkan visi, misi serta program calon sehingga kegiatan kampanye terbatas yang bisa dilakukan oleh calon,” pungkasnya. (sandika)