PEMBARUAN.ID -Situasi politik di Lampung Timur kembali memanas. Polemik mengenai pendaftaran calon bupati yang sempat ditolak oleh KPU Lampung Timur telah menarik perhatian luas.
Dukungan PDIP yang berpindah dari Ella Siti Nuryamah dan Azwar Hadi ke Dawam Rahardjo dan Ketut Erawan tidak hanya mengubah peta perpolitikan, tetapi juga memicu polemik yang berkepanjangan.
Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan oleh KPU RI, dengan nomor: 2038/PL.02.2-SD/06/2024, menjadi titik balik bagi situasi ini. Surat ini menginstruksikan agar pendaftaran calon dibuka kembali di daerah dengan calon tunggal.
Langkah ini diambil menyusul rekomendasi dari Komisi II DPR RI, yang melihat perlunya keadilan dalam proses demokrasi, terlebih ketika hanya ada satu pasangan calon yang bertanding.
Di tengah tekanan dan desakan publik, KPU RI berupaya untuk mengatasi polemik ini dengan bijaksana. Keputusan KPU RI tentu bukan tanpa tantangan.
Ada tekanan dari berbagai pihak, termasuk demonstrasi massa yang menuntut keadilan bagi Dawam Rahardjo dan Ketut Erawan. Namun, di sisi lain, keputusan ini mencerminkan langkah konkret untuk menjaga integritas pemilu dan hak asasi dalam berdemokrasi.
Pertanyaan yang terus bergema di ruang publik: mengapa masalah ini harus berlarut-larut? Apa yang sebenarnya terjadi di balik penolakan awal oleh KPU Lampung Timur?
Sementara rakyat berharap pada transparansi dan keadilan, dinamika politik yang kompleks sering kali menutupi pandangan jernih.
Dengan adanya SE KPU RI ini, harapan baru terbit bagi Dawam Rahardjo dan Ketut Erawan. Mereka dipastikan akan kembali mendaftar pada Kamis, 12 September 2024, dengan penuh keyakinan bahwa hak mereka kini diakui.
Ketua PDIP Lamtim dalam membenarkan jika pihaknya akan kembali mendaftarkan jagoannya. Bahkan, kata dia, sseluruh pemberkasan sudah dipersiapkan.
“Ya, Dawam-Ketut sudah siap mendaftar. Nanti akan diiringi oleh pengurus PDIP dan anggota fraksi,” kata dia.
Babak baru dalam kontestasi politik Lampung Timur pun dimulai. Apakah keputusan ini akan menjadi awal dari pemulihan demokrasi, atau justru membuka ruang bagi konflik politik yang lebih besar? Hanya waktu yang akan menjawab.
Satu hal yang pasti, rekomendasi dari Komisi II DPR RI dan langkah KPU RI ini menegaskan pentingnya menjaga integritas dan keadilan dalam proses pemilihan.
Karena pada akhirnya, demokrasi bukanlah soal siapa yang menang, melainkan bagaimana proses itu dijalankan dengan benar. (***)