PEMBARUAN.ID – Keputusan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk tidak memasukkan Yus Bariah dalam Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRD Lampung menuai kritik tajam.
Langkah ini dianggap berpotensi mengaburkan suara dan aspirasi rakyat Lampung Timur, konstituen Yus yang mempercayakan harapan mereka pada perwakilan di parlemen daerah.
Sebagai anggota DPRD dari PKB, absennya Yus dalam AKD membuatnya tidak bisa menjalankan tugas-tugas utama seperti Rapat Dengar Pendapat (RDP), kunjungan kerja, hingga reses yang seluruhnya dilakukan melalui komisi.
Bendi Juantara, pengamat ilmu pemerintahan dari Universitas Lampung, menyatakan bahwa ketidakhadiran Yus di AKD sangat disayangkan karena mempengaruhi kemampuannya untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat yang diwakilinya.
“Fenomena ini bukan hanya tentang posisi seorang anggota DPRD, tapi dampaknya adalah hilangnya akses konstituen terhadap pengambilan keputusan penting di dewan. Rakyat Lampung Timur adalah pihak yang paling dirugikan,” ujarnya, Senin (04/11/2024).
Menurut Bendi, langkah PKB ini mencerminkan ketidakseimbangan antara kepentingan partai dan mandat rakyat.
Ia menegaskan bahwa partai politik seharusnya menjadi penghubung yang mendukung wakilnya dalam memperjuangkan aspirasi konstituen, bukan malah membatasi peran mereka.
“Seharusnya partai politik bijak dalam menyikapi persoalan ini. Tidak melibatkan Yus Bariah dalam AKD berarti PKB telah mengaburkan fungsi perwakilan rakyat di Lampung Timur. Aspirasi mereka pun menjadi terpinggirkan,” tegas Bendi.
Bukan hanya Bendi, Iwan Satriawan, seorang pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Lampung, turut menyoroti keputusan PKB ini. Ia melihat bahwa tidak diusulkannya Yus dalam AKD memberi sinyal bahwa partai ini sedang mempertimbangkan pergantian antarwaktu (PAW) untuk Yus, kemungkinan besar setelah pilkada mendatang.
“Ada tanda-tanda kuat PKB sedang menyiapkan langkah PAW untuk Yus Bariah. Namun, yang perlu diingat, Yus adalah wakil rakyat yang mendapatkan suara dari konstituennya. Mengaburkan perannya sama saja mengaburkan suara rakyat yang telah memilihnya,” jelasnya.
Iwan juga mengkritisi praktik partai politik yang cenderung mengutamakan kepentingan internal daripada aspirasi rakyat yang diwakili para anggotanya di legislatif.
“Meskipun posisi anggota dewan bergantung pada dukungan partai, mereka seharusnya menjalankan mandat rakyat yang telah memilihnya. Ketika partai lebih dominan dalam menentukan posisi mereka, yang terpinggirkan adalah rakyat yang mereka wakili,” ujarnya.
Sementara itu, dalam sidang paripurna DPRD Lampung, Yus Bariah sempat mengajukan interupsi mempertanyakan ketidakhadirannya di AKD. Namun, Ketua DPRD Lampung Ahmad Giri Akbar menyatakan bahwa penentuan posisi AKD sepenuhnya merupakan kewenangan fraksi.
Ketua Fraksi PKB, Fatikhatul Khoiriyah, juga hanya menyebutkan bahwa posisi Yus masih dalam pembahasan internal tanpa menjelaskan lebih jauh.
Kompleksitas situasi ini semakin dipertegas oleh latar belakang Yus Bariah sebagai istri dari Dawam Rahardjo, mantan Ketua DPC PKB Lampung Timur yang kini maju sebagai calon Bupati Lampung Timur dengan dukungan PDIP, rival politik PKB dalam pilkada. Situasi ini memicu spekulasi adanya muatan politis dalam ketidakpastian posisi Yus di tubuh partainya sendiri.
Pada akhirnya, situasi ini mengundang pertanyaan besar di kalangan masyarakat Lampung Timur: Apakah suara mereka tetap diwakili? Ataukah aspirasi mereka terabaikan karena kepentingan politik yang membayangi? Langkah PKB yang mengaburkan peran Yus Bariah bisa menjadi cermin bagi publik tentang bagaimana demokrasi lokal seharusnya berjalan.
Hanya waktu yang akan menjawab, namun harapannya, aspirasi rakyat yang telah memilih tetap menjadi prioritas utama, bukan tersingkir oleh kepentingan partai. (sandika)