Khofifah dan Mahfud Dinilai Cocok Pimpin PPP
PEMBARUAN.ID – Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Serang, Banten menghasilkan keputusan besar, yakni dicopotnya Suharso Monoarfa dari posisinya sebagai Ketua Umum PPP.
Sebagai gantinya, PPP menunjuk Ketua Majelis Pertimbangan Partai, Muhamad Mardiono sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketum.
Dikutip dari detik.com, Pengamat Politik Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam menyebut, PPP memerlukan figur kelas nasional untuk menyelamatkan partai.
Sebelumnya, nama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, Sandiaga Salahudin Uno sempat didorong oleh kader PPP Lampung untuk menggantikan posisi Suharso Monoarfa. Namun, usulan tersebut langsung ditolak Sandi, yang menyebut jika Suharso Monoarfa adalah pamannya.
“PPP butuh tokoh nasional yang dikenal dan familiar dengan publik. Tokoh itu juga harus punya relasi dan sejarah kuat dengan PPP dan para ulama,” kata Surokim, Senin (05/09/2022).
Menurut Surokim, tokoh yang pas memimpin PPP saat ini salah satunya ialah Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Pada awal karier politiknya, Khofifah merupakan kader PPP dan menjadi anggota DPR RI termuda saat itu melalui partai berlambang Ka’bah tersebut.
“PPP butuh tokoh yang bisa menyatukan dengan kekuatan simbolik dan factual power guna menyelamatkan PPP dalam situasi sulit sekarang ini,” jelasnya.
“Khofifah punya relasi dan sejarah dengan PPP serta para ulama. Sehingga, bisa mengangkat citra PPP. PPP juga butuh tokoh dengan position memorabilia yang kuat guna mengembalikan eksistensi dan kejayaan partai,” sambungnya.
Selain Khofifah, Surokim juga menyebut nama Mahfud MD pantas menjadi Ketua Umum PPP.
Lebih lanjut, peneliti senior SSC ini juga menyampaikan, PPP perlu mengadakan rekonsiliasi internal saat ini. Mengingat, Pemilu 2024 sudah di depan mata.
“Peristiwa seperti yang terjadi saat ini di PPP sesungguhnya patut disesalkan dan pasti akan mengganggu persiapan dan soliditas PPP menuju 2024. Potensial membuat gaduh internal dan energi akan habis untuk berperkara di pengadilan dan ujung-ujungnya akan merugikan PPP untuk lolos parliamentary threshold 4 persen,” ungkapnya.
“Menurut saya perlu ada rekonsiliasi kultural di antara para pihak untuk mencari win win solution, karena momentumnya saat ini harusnya untuk pemantapan konsolidasi internal, bukan membuka konflik berkepanjangan,” tandasnya. (dtk/red/***)