PEMBARUAN.ID – Suasana antusias mewarnai kunjungan Wiyoso, SEVP Operation PTPN I Regional 7, ke Badan Otoritas Karet Thailand (RAOT) pada 2-5 Juli 2024 lalu.
Kunjungan studi banding yang melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Holding Perkebunan Nusantara, dan PTPN I Regional 7 tersebut memberikan wawasan mendalam mengenai tata kelola industri karet di Thailand.
Ditemani oleh Ady Setia Kristiawan, Kasubag Tanaman Regional 7, Wiyoso mengamati langsung bagaimana RAOT menjalankan perannya.
Ia menyatakan, dari segi teknis dan operasional, budidaya karet di Thailand tidak jauh berbeda dengan di Indonesia.
Namun, yang membedakan secara signifikan adalah regulasi pemerintah Thailand yang ketat dan terstruktur.
“Mereka memiliki lembaga khusus yang langsung bertanggung jawab kepada Perdana Menteri. Ini yang kita butuhkan, sebuah Badan Karet Nasional,” ujar Wiyoso di Bandarlampung pada 8 Juli 2024.
Kunjungan ini dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agrobisnis, Dida Gardera. Selain itu, turut serta dalam rombongan adalah Direktur Pemasaran PTPN III (Persero) Dwi Sutoro, Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan Moch. Edy Yusuf, dan beberapa analis ahli dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI.
Menurut Wiyoso, peran RAOT dalam tata kelola karet sangat dominan dan mencakup berbagai aspek, mulai dari regulasi sosial, dampak lingkungan, standar harga, hingga tata niaga karet di dalam negeri.
“Di Thailand, 70 persen karet dikelola rakyat, namun mereka semua patuh dengan regulasi RAOT,” jelas Wiyoso.
Dari segi teknis, kondisi agroklimat di Thailand relatif sama dengan Indonesia. Namun, produktivitas karet di Thailand lebih unggul dengan catatan 1,5 hingga 2 ton per hektare per tahun.
“Di PTPN I Regional 7, kami hanya mencapai 1,6 ton per hektare per tahun. Salah satu faktornya adalah kesehatan tanaman, karena kebun mereka tidak terserang penyakit daun Pestalotiopsis,” tambahnya.
Wiyoso menekankan, jamur Pestalotiopsis sangat mempengaruhi produksi karet di Indonesia, menyebabkan penurunan produksi hingga 40 persen. Hingga kini, PTPN I Regional 7 masih berjuang mengatasi serangan jamur tersebut tanpa hasil yang memuaskan.
Namun demikian, kunjungan ke Thailand memberikan banyak masukan berharga.
“Penguatan kondisi kesehatan tanaman, pemilihan klon karet dengan metabolisme rendah, dan pembinaan petani karet adalah beberapa aspek penting yang kami pelajari dari RAOT,” kata Wiyoso.
Ia optimis bahwa dengan implementasi strategi-strategi tersebut, industri karet nasional dapat lebih kompetitif di pasar global.
“Pengalaman ini sangat berharga dan memberi kami pandangan baru dalam mengelola industri karet di Indonesia,” tutupnya. (***)