Scroll untuk baca artikel
iklan
SUDUT PANDANG

Mahasiswa, Kepekaan Sosial, dan Sebungkus Gorengan

×

Mahasiswa, Kepekaan Sosial, dan Sebungkus Gorengan

Share this article

Oleh: Dr. H. Wahyu Iryana
Mantan Aktivis Mahasiswa – Wadek Kemahasiswaan Febi UIN Raden Intan Lampung

KAMPUS adalah tempat suci. Tempat di mana akal sehat diasah, idealisme dibakar, dan—tentu saja—warung kopi di sekitaran hidup makmur. Dari warung kopi inilah gagasan besar sering lahir. Konon, banyak revolusi dimulai dari percakapan sederhana di antara dua mahasiswa yang hanya bermodal segelas kopi dan sebungkus gorengan yang dibayar nanti.

Namun, ada satu pertanyaan yang sering terlontar di antara dentingan gelas kopi dan suara garing tahu isi: Apa tanggung jawab sosial mahasiswa?

Mahasiswa, menurut definisi yang beredar di kalangan akademisi dan ibu kos, adalah makhluk yang seharusnya menjadi agen perubahan. Di tangan mereka, katanya, masa depan bangsa digantung. Tetapi coba tanya kepada mahasiswa yang sedang sibuk rebahan atau yang sedang menatap layar HP berjam-jam mencari diskon ongkir—mereka akan tampak bingung. “Tanggung jawab sosial? Bukankah tugas utama mahasiswa adalah lulus tepat waktu dan tidak mengecewakan orang tua yang sudah menggadaikan motor untuk membayar UKT?”

Mahasiswa dan Kegalauan Kolektif

Sebagai kaum intelektual muda, mahasiswa sering terombang-ambing dalam berbagai dilema moral. Satu sisi, mereka diajarkan bahwa mereka harus menjadi penggerak perubahan sosial. Sisi lain, mereka juga dikejar deadline tugas, kuis mendadak, dan dosen killer yang sering berkata, “Kalau kamu tidak serius, saya kasih nilai E.”

Dalam kebingungan ini, ada tiga tipe mahasiswa dalam menghadapi tanggung jawab sosial:

1. Mahasiswa Aktivis

Mereka ini adalah pasukan garis depan, kaum yang siap berteriak lantang di depan gedung rektorat, berorasi menuntut keadilan, dan memakai almamater dengan bangga meskipun warnanya sudah pudar terkena matahari. Mereka percaya bahwa mahasiswa harus berpihak kepada rakyat kecil, turun ke jalan, dan melawan ketidakadilan. Mereka juga yang sering diwawancarai media sambil berkata, “Kami tidak akan diam!”—meskipun setelah itu mereka langsung ke kantin untuk diskusi lanjutan (dan makan gratis kalau ada yang traktir).

2. Mahasiswa Akademisi Tulen

Ini adalah golongan yang percaya bahwa tanggung jawab sosial mahasiswa adalah belajar dengan giat, mendapatkan IPK setinggi mungkin, lalu lulus dengan predikat cum laude. Bagi mereka, perubahan sosial bukan urusan mahasiswa, tetapi tugas pemerintah. Mereka lebih sibuk dengan tugas-tugas kuliah dan sering berkata, “Kalau kita pintar, kita bisa mengubah bangsa dari dalam sistem.” Namun, kenyataannya, banyak dari mereka yang akhirnya mengubah sistem dengan cara mengisi formulir CPNS dan berharap dapat gaji stabil.

3. Mahasiswa Netral (Alias Kaum Rebahan Nasionalis)

Ini adalah mayoritas. Mereka adalah kaum yang merasa berdosa jika tidak peduli pada isu sosial tetapi juga merasa lelah jika harus terlalu peduli. Mereka membaca berita, mengelus dada, lalu kembali scroll media sosial. Mereka ingin berbuat sesuatu tetapi tidak tahu harus mulai dari mana—atau lebih tepatnya, mereka lebih memilih menunggu orang lain mulai duluan. Sering kali mereka hanya berkomentar, “Semoga ada yang peduli dan bertindak,” sambil menikmati sebungkus gorengan di kosan.

Kepekaan Sosial: Mitos atau Realitas?

Menyuruh mahasiswa untuk memiliki tanggung jawab sosial sering kali terdengar seperti orang tua menyuruh anaknya untuk rajin menabung—ide bagus, tapi sulit direalisasikan. Bagaimana mahasiswa bisa fokus pada isu sosial kalau mereka sendiri masih berjuang bertahan hidup dengan uang saku yang pas-pasan?

Tapi di sinilah ironi terbesar terjadi. Di tengah ketidakpastian masa depan, di tengah harga kopi yang naik dan kuota internet yang makin mahal, mahasiswa justru tetap menjadi motor penggerak perubahan. Sejarah membuktikan bahwa setiap kali negara ini mengalami krisis, mahasiswa selalu turun tangan—kadang dengan idealisme, kadang dengan setengah sadar karena diajak teman.

Di tahun 1998, mahasiswa berhasil menggulingkan rezim otoriter. Di berbagai momentum lainnya, mahasiswa selalu hadir: dari gerakan Reformasi hingga aksi demonstrasi menolak kebijakan yang dianggap merugikan rakyat. Ini menunjukkan bahwa meskipun mereka sering terlihat malas, suka menunda tugas, dan lebih memilih nonton drakor daripada membaca buku politik, jiwa sosial mereka tetap ada.

Jadi, Apa Solusinya?

Pertama, mari kita akui satu hal: tidak semua mahasiswa harus turun ke jalan untuk peduli pada tanggung jawab sosial. Peduli bisa dilakukan dalam berbagai bentuk—dari sekadar menyebarkan informasi yang benar, mengedukasi orang-orang di sekitar, hingga ikut berkontribusi dalam komunitas.

Kedua, jangan terlalu membebani mahasiswa dengan harapan berlebihan. Kalau mahasiswa disuruh menyelamatkan bangsa sendirian, sementara para pejabat sibuk menyelamatkan diri sendiri, tentu ini tidak adil.

Ketiga, mahasiswa harus sadar bahwa tanggung jawab sosial bukan sekadar wacana di ruang diskusi atau kata-kata indah di status media sosial. Ada banyak cara untuk peduli tanpa harus mengorbankan kuliah. Bisa dimulai dari hal sederhana: membantu teman yang kesulitan belajar, ikut kegiatan sosial kampus, atau bahkan sekadar mengingatkan teman agar tidak buang sampah sembarangan.

Akhirnya, tanggung jawab sosial mahasiswa itu seperti sebungkus gorengan di kantin kampus: ada yang peduli, ada yang hanya melihat, dan ada yang menikmati tanpa tahu siapa yang membayar. Tetapi satu hal yang pasti, selama masih ada mahasiswa yang sadar bahwa mereka punya peran di masyarakat, maka harapan untuk perubahan tetap ada—meskipun kadang harus diawali dengan secangkir kopi dan diskusi yang entah kapan selesai.

Dan jika semua itu terlalu sulit, setidaknya jangan jadi mahasiswa yang abai. Kalau tidak bisa berbuat banyak, setidaknya jangan menghambat mereka yang sedang berusaha. Karena dalam dunia mahasiswa, satu aksi nyata selalu lebih berharga daripada seribu seminar motivasi.

Terimakasih


Berlangganan berita gratis di Google News klik disini
Ikuti juga saluran kami di Whatsapp klik disini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *