PEMBARUAN.ID – Ikatan Pengabdian Hukum Indonesia (IKABH) Provinsi Lampung membantah pernyataan Direktur Rumah Sakit Mitra Mulia Husada (RS MMH) Lampung Tengah yang menyebut penanganan medis kliennya sudah sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
Dalam keterangan tertulisnya, Kepala Operasional IKABH, Meydi M. Putra, menuduh Direktur RS MMH berusaha mengaburkan fakta.
“Pernyataan Direktur RS MMH mengenai kondisi oksigen yang digunakan istri klien kami sesuai SOP tidaklah berdasar dan hanya bertujuan mengaburkan fakta,” kata Meydi, Senin (01/07/2024).
Tenaga Kesehatan RS MMH, jelas Meydi, tidak menerapkan Standar Profesi Perawat sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/425/2020 Tentang Standar Profesi Perawat.
Menurut Standar Profesi Perawat, lanjutnya, seorang perawat harus memprioritaskan kepentingan klien dan menunjukkan empati serta kepedulian dalam pemberian layanan kesehatan.
Namun, tenaga kesehatan RS MMH tidak memperhatikan peringatan dari keluarga klien tentang isi tabung oksigen yang digunakan istri klien dan tidak membawa tabung oksigen cadangan, yang menyebabkan istri klien kehabisan oksigen dan meninggal dunia.
“Jika tabung oksigen yang digunakan sudah sesuai SOP, seharusnya tabung oksigen tidak habis setelah dilakukan CT-Scan di RS YMC Lampung Tengah,” jelas dia.
Nyatanya, tambah Meydi, tabung oksigen habis saat istri kliennya keluar dari ruangan CT-Scan, yang disaksikan oleh keluarga klien, sopir ambulance, dan tenaga kesehatan RS YMC.
“Pernyataan bahwa penanganan sudah sesuai SOP tidaklah berdasar,” tegas Meydi.
Meydi juga membantah pernyataan Direktur RS MMH yang menyebut istri kliennya meninggal karena pemburukan kondisi dan bukan karena masalah oksigen.
Ia mengungkapkan bahwa kliennya telah menerima surat undangan mediasi tertanggal 12 April 2024 dari RS MMH untuk membahas kejadian tersebut, serta permohonan maaf dari rumah sakit.
“Permohonan maaf dan undangan mediasi itu justru membantah pernyataan Direktur RS MMH,” jelasnya.
Lebih lanjut, Meydi mengatakan, kliennya telah melaporkan dugaan kelalaian tenaga kesehatan RS MMH yang menyebabkan meninggalnya istri klien ke Polisi Resor (Polres) Lampung Tengah sesuai Nomor: LP:B/117/V/2024/SPKT/POLRES LAMTENG/POLDA LAMPUNG tanggal 7 Mei 2024.
Kliennya juga telah menyerahkan bukti-bukti pendukung kepada aparat penegak hukum agar persoalan ini menjadi terang.
Selain itu, kliennya telah mengajukan surat pengaduan dan permohonan audiensi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelayanan kesehatan RS MMH Lampung Tengah.
“Sebagai kuasa hukum, kami melihat persoalan yang menimpa istri klien kami tidak menutup kemungkinan juga dialami oleh orang lain. Ini seperti fenomena gunung es, di mana hanya sebagian kecil masalah yang tampak, sementara banyak masalah lain mungkin juga dialami oleh pengguna layanan kesehatan lain di RS MMH,” tutup Meydi. (sandika)