iklan
BeritaBisnis

Empati di Tengah Algoritma, Tuhu Bangun: Pemimpin Jangan Lupa Jadi Manusia

×

Empati di Tengah Algoritma, Tuhu Bangun: Pemimpin Jangan Lupa Jadi Manusia

Share this article

PEMBARUAN.ID — Dunia sedang berubah dengan kecepatan yang nyaris mustahil diikuti nalar manusia. Segalanya menjadi digital. Data menggantikan intuisi.

Algoritma menentukan arah, bahkan sebelum kita sempat berpikir. Namun di tengah percepatan itu, satu pesan sederhana bergema dari ruang Santiaji Jurnalistik dan Kehumasan Bongkar Post Group 2025: “Teknologi boleh memimpin, tapi manusia tetap harus memanusiakan.”

Pesan itu datang dari Tuhu Bangun, Region Head PTPN I Regional 7, seorang pemimpin yang tak hanya memahami teknologi, tapi juga mengerti rasa. Dalam paparannya, Minggu (19/10/2025), Tuhu mengingatkan bahwa era digital bukan sekadar soal kecanggihan alat, melainkan tentang bagaimana manusia tetap menjadi pusat dari perubahan itu sendiri.

“Seorang CEO modern harus memimpin dengan empati, memberdayakan inovasi, dan memastikan bahwa kemajuan melayani kemanusiaan — bukan sebaliknya,” ujarnya tenang, namun menggetarkan.

Pemimpin yang Mengerti Rasa

Bagi Tuhu Bangun, kepemimpinan hari ini menuntut lebih dari sekadar kemampuan berpikir strategis. Pemimpin harus punya kepekaan emosional — mampu mendengar sebelum bicara, memahami sebelum menilai.
Ia percaya bahwa di tengah derasnya arus digitalisasi, empati adalah jangkar yang menahan manusia agar tak hanyut dalam euforia teknologi.

“Teknologi tak bisa menggantikan sentuhan manusia. Ia bisa meniru pola pikir, tapi tak mampu menyalin nurani,” tutur Tuhu.

Pandangan itu bukan sekadar teori. Di PTPN I Regional 7, Tuhu mendorong praktik komunikasi yang lebih terbuka dan kolaboratif. Ia memadukan sistem digital dengan pendekatan personal agar setiap inovasi yang dijalankan tidak kehilangan nilai kemanusiaannya.

Tentang Dialog, Bukan Monolog

Tuhu menilai, kehumasan kini bukan lagi soal menyampaikan pesan, tapi menciptakan percakapan.

Di era media sosial, publik bukan sekadar penerima, tetapi juga penggerak opini. Karena itu, seorang praktisi humas dituntut tidak hanya melek teknologi, tapi juga paham manusia.

Fokus humas di era 5.0 adalah kolaborasi antara teknologi dan humanisme,” katanya.
“Humas yang hebat bukan yang paling cepat menyebar berita, tapi yang paling tulus membangun kepercayaan.”

Ia menyebut empat pilar penting yang wajib dimiliki humas modern: kecerdasan emosional, kemampuan adaptif, penguasaan teknologi komunikasi, serta pemikiran kritis dan kreatif.
Namun di atas segalanya, empati tetap menjadi inti.

Menjaga Nurani di Tengah Revolusi

Di ruang digital yang dingin, Tuhu Bangun mengingatkan bahwa komunikasi sejati tetap membutuhkan kehangatan manusia.
Ia percaya, organisasi yang berhasil adalah yang tidak kehilangan rasa di balik data.

“Digitalisasi adalah keniscayaan, tapi jangan sampai membuat kita kehilangan nurani,” ujarnya menutup sesi.

Pesan itu sederhana, tapi menyentuh. Bahwa dalam dunia yang semakin diatur oleh algoritma, tugas manusia bukan untuk menyaingi mesin — melainkan memastikan kemajuan tetap berpihak pada kemanusiaan.

Dan di situlah, pemimpin sejati diuji — bukan seberapa cepat ia beradaptasi dengan teknologi, tapi seberapa dalam ia memahami manusia. (***/red)


Berlangganan berita gratis di Google News klik disini
Ikuti juga saluran kami di Whatsapp klik disini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *