PEMBARUAN.ID – Dengan latar panggung penuh ornamen tapis dan iringan gamolan yang syahdu, Festival Budaya Lampung 2025 atau Pesenggiri Culture Event resmi dibuka, Jumat (20/06/2025).
Acara ini berlangsung di Taman Kencana Lampung Marriot, Kabupaten Pesawaran, dengan harapan besar yang tak main-main: menjadikan Lampung sebagai “etalase budaya” Indonesia di mata dunia.
Hadir membuka acara, Wakil Menteri Kebudayaan RI Giring Ganesha—yang kini lebih sering bicara soal warisan budaya ketimbang lirik lagu—didampingi Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, Wakil Gubernur Jihan Nurlela, dan Ketua TP PKK Lampung, Purnama Wulan Sari Mirza.
Dalam sambutannya, Wamen Giring menyampaikan kekaguman atas indahnya wastra dan alam Lampung, seraya berharap para seniman lokal bisa terus terinspirasi—walau tentu tantangannya tidak hanya soal inspirasi, tapi juga soal fasilitas, dana, dan panggung yang tak datang musiman.
“Saya rasa budaya adalah hulunya, dan pariwisata hilirnya. Kalau hulu tak dirawat, hilir akan kering,” ujar Giring, mengibaratkan pembangunan daerah bak aliran sungai. Sayangnya, tak semua sungai di Lampung juga mengalir lancar.
Gubernur Mirza pun berharap festival ini tak sekadar jadi tontonan, tapi bisa menular jadi semangat kolektif. Ia bermimpi acara budaya seperti ini bisa digelar lebih sering dan menjadi magnet wisatawan lokal hingga mancanegara.
“Kegiatan ini bukan hanya panggung seni, tapi juga wadah pemberdayaan UMKM dan kolaborasi lintas sektor,” ujarnya penuh optimisme, meski realisasinya seringkali tersendat di meja rapat dan proposal yang tak kunjung cair.
Lebih lanjut, Gubernur menekankan bahwa acara ini adalah perwujudan karakter masyarakat Lampung yang terbuka dan inklusif. Ia berharap semangat “Pi’il Pesenggiri”—falsafah lokal tentang harga diri, keberanian, dan kehormatan—tak hanya jadi jargon festival, tapi benar-benar hidup dalam praktik sosial sehari-hari.
Sebagai informasi, Pesenggiri Festival 2025 digelar selama dua hari, 20–21 Juni, dengan konsep yang dikurasi bersama budayawan Anshori Djausal. Acara ini menggabungkan pertunjukan seni, dialog budaya, dan pameran kreatif yang katanya inklusif dan berstandar internasional—meski untuk sementara, standar itu masih dalam tahap mimpi panjang.
Festival ini bukan hanya tentang menampilkan budaya, tapi juga soal bagaimana mimpi-mimpi besar bisa dirangkai lewat kain tapis, lagu tradisional, dan sambutan pejabat. Karena di balik semua itu, tersimpan satu ambisi sederhana: agar budaya Lampung tak hanya dikenal karena viralnya video TikTok, tapi karena betul-betul punya tempat di hati dunia. (sandika)














